Sunday, September 23, 2007

ARTIKEL ILMU




  1. PERKARA WAJIB LEBIH BAIK
    DARI PERKARA SUNNAH

    Orang yang disibukkan dengan amalan
    fardlu (wajib) sehingga tidak sempat
    mengamalkan yang sunnah maka ia dimaafkan,
    dan orang yang disibukkan dengan amalan
    sunnah dan mengabaikan amalan fardhu maka ia
    tertipu.

    Umar ibn Abdul Aziz mengatakan: "Amalan
    yang tidak didasarkan atas ilmu, maka kerusakan yang
    ia timbulkan lebih banyak dari kebaikan".
    Thariqah (tarekat) yang belakangan ini
    banyak digandrungi oleh masyarakat kita sebagai
    sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah
    adalah sebuah amalan yang baik, namun bila
    tarekat itu dilakukan tanpa didasari ilmu yang
    benar maka seseorang akan mudah terjerumus.

    Karenanya tidak sedikit kita temukan tarekattarekat
    yang pada awalnya murni, bersih dari
    penyimpangan-penyimpangan dari syari'at Islam
    dan dirintis oleh ulama-ulama sufi yang hakiki,
    kini banyak mengalami perubahan yang mengarah
    kepada penyimpangan dari ajaran syari'at Islam.
    Ini semua terjadi karena dangkalnya ilmu orang
    yang menjalankan tarekat tersebut. Hingga
    sebagian orang meyakini bahwa tarekat adalah
    wajib atau dzikir secara mutlak adalah wajib.

    Bahkan dalam beberapa tarekat menyebar paham
    Hulul (keyakinan bahwa Allah menempati
    makhluk-Nya) dan Wahdatul Wujud (keyakinan
    bahwa Allah menyatu dengan makhluk-Nya) yang
    merupakan salah satu bentuk kekufuran yang
    sangat keji dan parah, lebih parah dari kekufuran
    orang nasrani sekalipun seperti dijelaskan oleh
    Imam as-Suyuthi dan lainnya.

    Tarekat adalah upaya untuk meneladani
    akhlak para Ahlullah; para wali dan orang-orang
    saleh dan merutinkan dzikir-dzikir tertentu
    dengan cara tertentu yang tidak menyalahi syara'
    yang dicetuskan oleh pendiri tarekat. Tarekat
    bermuara kepada ketakwaan dan kesalehan yang
    sesungguhnya.

    Tarekat adalah pelengkap, modal
    utamanya adalah bertakwa, yaitu melaksanakan
    kewajiban dan menjauhi hal-hal yang
    diharamkan. Tarekat hukumnya sunnah artinya
    baik dilakukan tetapi tidak berdosa jika
    ditinggalkan. Kita jangan sampai menjadi orangorang
    yang tertipu karena mengikuti tarekat lalu
    amalan-amalan yang hukumnya wajib cenderung
    kita abaikan, seperti menuntut ilmu agama yang
    pokok misalnya.

    Menuntut ilmu agama jauh lebih besar nilai
    pahalanya dari pada mengamalkan tarekat, karena
    menuntut ilmu agama hukumnya wajib bagi
    setiap muslim dan muslimah.
    Dalam sebuah hadits qudsi Allah berfirman
    melalui lisan Rasul-Nya:
    "Dan tidaklah ada amalan seorang hamba untuk
    mendekatkan diri kepada-Ku lebih Aku cintai dari
    amalan yang Aku wajibkan" (H.R. al Bukhari) .

    Para pembaca yang budiman...
    Buletin yang ada di tangan anda saat ini adalah salah satu
    ceramah seorang ulama besar, ahli hadits masa
    kini yang berasal dari daerah Habasyah di
    Somalia. Beliau adalah Syekh Abdullah al Harari
    al Habasyi. Meski singkat namun isinya sangat
    bermanfaat untuk kita jadikan bahan perenungan
    lalu kita amalkan. Selamat membaca !

    MENUNTUT ILMU AGAMA
    LEBIH DIDAHULUKAN DARI
    TAREKAT, DZIKIR DAN WIRID

    Allah ta'ala memuji ilmu dalam beberapa
    ayat al Qur'an dan menganjurkan untuk
    menuntutnya. Rasulullah shallallahu 'alayhi
    wasallam juga menjelaskan keutamaan ilmu. Ini
    dikarenakan ilmu, yakni ilmu agama dibutuhkan
    oleh seluruh lapisan masyarakat. Ilmu agama
    dibutuhkan oleh para penguasa, orang tua; ayah
    dan ibu. Tidak ada satu lapisan masyarakat-pun
    yang tidak membutuhkan ilmu agama.

    Oleh karenanya begitu urgen ilmu agama ini, terutama
    di masa sekarang yang dipenuhi dengan
    kebodohan. Ketidaktahuan tentang ilmu halal
    dan haram betul-betul telah mengenai secara
    merata terhadap segenap perbuatan dan aktivitas
    masyarakat. Ketika di masa lalu, di masa-masa
    kejayaan, masa para sahabat, tabi'in, atba' at
    Tabi'in dan setelahnya, ilmu agama banyak
    dipelajari, maka kondisi ummat Islam jauh lebih
    baik dari kondisi kita di masa kini.

    Oleh karenanya tuntutlah ilmu agama, jangan
    sampai tertipu oleh kebiasaan sebagian
    orang yang meninggalkan ilmu dan
    menyibukkan diri dengan tarekat, dzikir dan
    wirid. Dzikir jelas memerlukan ilmu, dzikir
    tidak bisa dilakukan tanpa ilmu. Demikian
    pula Ta'abbud, yakni memfokuskan diri
    berkonsentrasi untuk beribadah juga
    memerlukan ilmu.

    Sungguh jauh berbeda antara
    seorang 'Abid (ahli ibadah) dan seorang 'Alim.
    Cukup sebagai dalil untuk menjelaskan hal itu
    hadits Nabi shallallahu 'alayhi wasallam dalam Jami'
    at-Turmudzi yang diriwayatkan dengan sanad yang
    sahih dari Abu Umamah al Bahili –semoga Allah
    meridlainya- beliau mengatakan: "Ada dua orang
    di masa Rasulullah, satunya 'Abid dan satunya lagi
    'Alim, maka Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam
    mengatakan:

    "Keutamaan seorang 'Alim atas seorang
    'Abid adalah seperti keutamaanku di atas orang yang
    paling rendah derajatnya di antara kalian. Dan
    sesungguhnya Allah memberikan rahmat, para malaikat
    memohonkan ampun bahkan ikan-ikan di laut
    mendoakan untuk orang yang mengajarkan kebaikan
    kepada manusia" (H.R. at-Turmudzi) .

    Keutamaan yang demikian besar ini
    dikarenakan dengan ilmu agama Allah ta'ala
    memperbaiki kerusakan yang parah dan dengan
    ilmu agama Allah menyelamatkan banyak orang
    dari kebinasaan dan kehancuran. Perbandingan
    yang disebutkan dalam hadits di atas adalah
    antara seorang 'alim yang benar-benar 'alim dan
    seorang 'abid yang benar-benar 'abid. Sedangkan
    jika seorang 'alim tidak betul-betul berilmu dan
    beramal maka dia tidak memperoleh keutamaan
    tersebut. Demikian pula seorang 'abid jika
    ibadahnya tidak berdasarkan kaedah-kaedah syara'
    dan tidak sesuai dengan aturan hukum yang ada
    maka ibadahnya seperti tidak ada sama sekali.

    Jadi 'abid yang disebutkan oleh Rasulullah shallallahu
    'alayhi wasallam adalah seorang yang mengetahui
    cara yang membuat ibadahnya sah, bukan orang
    yang beribadah secara ngawur tanpa mengetahui
    bagaimana bisa sah sholatnya, bersucinya dan
    seterusnya. Yustru orang seperti ini berada dalam
    kerusakan yang sangat berbahaya. 'Abid yang
    diperbandingkan oleh Rasulullah shallallahu 'alayhi
    wasallam dengan 'alim adalah 'abid yang
    mengetahui cara ibadah yang sah.

    Karena agungnya keutamaan seorang 'alim,
    Nabi Isa 'alayhissalam ketika menjelaskan ciri
    ummat Muhammad mengatakan:
    "(Mereka adalah) orang-orang yang 'alim, pemaaf, baik
    dan bertaqwa, seakan mereka seperti para nabi dari sisi
    kedalaman pemahaman mereka terhadap agama" (H.R.
    Abu Nu'aym dalam Hilyah al Awliya')
    Nabi Isa tidak mengatakan: "Seakan mereka seperti
    para nabi dari sisi ibadahnya", melainkan beliau
    mengatakan: "Seakan mereka seperti para nabi dari
    sisi kedalaman pemahaman mereka terhadap agama",
    agar diketahui betapa mulianya ilmu dan betapa
    tinggi kedudukan para ulama di atas para 'abid,
    tetapi memang jika digabungkan antara ilmu
    dengan ibadah maka akan menjadi sebuah derajat
    yang sangat tinggi.

    Karena ilmu-lah yang menjelaskan tingkatantingkatan
    amal, amal yang utama dan yang paling
    utama, perbuatan yang haram dan yang makruh,
    maksiat yang termasuk tingkatan dosa besar dan
    dosa kecil, maka diketahui dengan jelas bahwa
    ilmu adalah amal yang paling baik. Ilmu lebih
    layak untuk menghabiskan waktu-waktu kita yang
    berharga dan ilmu adalah keinginan yang paling
    layak untuk diraih dan dicapai.

    Oleh karenanya
    kalian harus meraih ilmu, meskipun karena itu
    kalian banyak tidak meraih hal-hal yang biasa
    diinginkan oleh nafsu manusia. Karena kewalian
    yang sesungguhnya adalah berilmu dan
    mengamalkan ilmu.

    Orang yang membaca sejarah
    para ahli fiqih di masa-masa lalu dan menelaah
    perjalanan kehidupan mereka akan mengetahui
    hal itu dengan baik.

    Sebagai contoh seorang 'alim
    yang ahli dalam fiqih dan hadits Abu 'Amr ibn
    ash-Shalah asy-Syahrazuri ad-Dimasyqi yang
    hidup pada abad VI H. Pada sekitar dua puluh
    tahun yang lalu, kuburannya digali untuk
    dipindahkan karena di kawasan pekuburan
    tersebut hendak dibangun jalan yang baru. Ketika
    digali ditemukan jasad beliau yang masih utuh,
    tidak ada satupun bagian tubuhnya yang
    membusuk, bahkan kain kafan yang melilit
    jasadnya tidak rusak.

    Jasad tersebut kemudian
    dipindahkan ke kawasan Al Maydan di Damaskus
    dan dikebumikan di sana. Ibnu ash-Shalah ini di
    kalangan ummat Muhammad tidak setingkat dan
    sepopuler Imam Syafi'i, imam Malik dan imam
    Ahmad, tingkatan beliau dibanding mereka masih
    sangat jauh. Meskipun Ibnu ash-Shalah terkenal
    sebagai seorang ahli hadits dan ahli fiqh Syafi'i,
    namun beliau tidak sepopuler dan sekaliber imam
    Syafi'i, semoga Allah meridlai mereka semua.

    Ibnu ash-Shalah tidak memperoleh kemuliaan
    dan derajat yang tinggi ini kecuali dengan ilmu
    dan amal. Kisah tentang jasad Ibnu ash-Shalah
    yang masih utuh padahal telah berlalu ratusan
    tahun ini, diceritakan kepadaku oleh salah
    seorang ulama Damaskus, yaitu Syekh Abu
    Sulaiman az-Zabibi dan beliau mendengarnya
    dari Abdul Muta'aal, seorang penggali kuburan
    yang menyaksikan langsung peristiwa penggalian
    tersebut.

    Ya Allah, ampunilah dosa-dosa kami, dan
    dosa saudara-saudara kami yang beriman yang
    telah mendahului kami.

    TAREKAT TIDAK WAJIB .

    Termasuk pemahaman yang keliru adalah
    perkataan sebagian orang yang mengaku-aku sufi:
    "Tarekat adalah wajib".
    Tarekat adalah salah satu bid'ah yang baik
    (Bid'ah Hasanah). Bid'ah secara bahasa berarti hal
    baru yang diadakan tanpa ada contoh
    sebelumnya. Sedangkan dalam pengertian syara'
    bid'ah berarti hal baru yang tidak dinash dalam al
    Qur'an ataupun sunnah, Ibnu al 'Arabi
    mengatakan: "Bid'ah dan Muhdats (perkara baru)
    tidak dicela karena lafazh dan maknanya,
    melainkan Bid'ah yang dicela adalah yang
    bertentangan dengan sunnah dan Muhdats yang
    dicela adalah yang membawa kepada kesesatan".

    Para ulama membagi bid'ah menjadi dua;
    bid'ah hasanah dan bid'ah sayyiah. Bid'ah hasanah
    adalah hal baru yang sesuai dengan al Qur'an dan
    sunnah. Bid'ah sayyiah adalah hal baru yang
    bertentangan dengan al Qur'an dan sunnah.

    Pembagian bid'ah ini diperkuat oleh hadits Nabi
    shallallahu 'alayhi wasallam:
    "Barang siapa merintis (memulai) dalam
    agama Islam perkara baru yang baik maka baginya
    pahala dari perbuatan tersebut juga pahala dari orang
    yang melakukannya (mengikutinya) setelahnya tanpa
    berkurang sedikitpun pahala mereka, dan barang siapa
    merintis dalam Islam perkara baru yang buruk maka
    baginya dosa dari perbuatan tersebut juga dosa dari orang
    yang melakukannya (mengikutinya) setelahnya tanpa
    berkurang dosa-dosa mereka sedikitpun" (H.R.
    muslim) .

    Hadits ini menjelaskan bahwa hal baru dalam
    Islam ada dua macam; ada yang sesuai dengan
    syara' dan ada yang menyalahi dan bertentangan
    dengan syara'. Pada masa sahabat terjadi perkaraperkara
    baru yang tidak terdapat dalam al Qur'an
    atau sunnah, namun masuk pada pengertian
    bid'ah hasanah seperti dijelaskan oleh hadits
    tersebut.

    Disebutkan dalam Shahih al Bukhari pada
    bab shalat tarawih: "Ibnu Syihab berkata:
    "Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam meninggal
    dunia dan orang-orang (melaksanakan tarawih)
    seperti itu". Al Hafizh Ibnu Hajar menjelaskan:
    "Yakni tidak berjama'ah dalam melaksanakan
    tarawih".

    Kemudian Ibnu Syihab
    menyempurnakan perkataannya: "Kemudian
    (pelaksanaan tarawih tetap) seperti itu pada masa
    khalifah Abu Bakar dan pada awal kekhalifahan
    Umar radliyallahu 'anhu". Menyempurnakan
    keterangan mengenai kejadian itu, dalam Shahih
    Bukhari diriwayatkan dari Abdullah ibn Abd al
    Qariy berkata: "Aku pergi ke masjid bersama
    Umar ibn al Khattab radliyallahu 'anhu pada salah
    satu malam bulan Ramadlan, di sana orang-orang
    terpisah-pisah dan berpencar-pencar, yang satu
    shalat sendiri dan yang lain shalat mengimami
    beberapa orang, kemudian Umar berkata: "Aku
    berpikir seandainya aku kumpulkan mereka
    dengan satu imam maka akan lebih bagus".

    kemudian beliau mengumpulkan mereka dengan
    imam Ubayy ibn Ka'ab. Pada malam yang lain,
    aku keluar lagi bersama beliau, dan orang-orang
    melaksanakan shalat dengan diimami imam
    mereka; Ubayy ibn Ka'ab, Umar mengatakan:
    " sebaik-baik bid'ah adalah ini.
    Dalam riwayat al Muwattha' disebutkan dengan
    redaksi hampir sama tapi tidak berbeda maknanya.

    Contoh-contoh semacam ini sangat banyak
    ditemukan dari masa sahabat sampai masa
    sekarang ini, termasuk di antaranya: peringatan
    maulid Nabi shallallahu 'alayhi wasallam dan
    tarekat-tarekat yang dirintis oleh beberapa wali
    Allah seperti Tarekat Rifa'iyyah, Tarekat
    Qadiriyyah dan lain-lain yang berjumlah sekitar
    40-an tarekat, tarekat-tarekat ini pada dasarnya
    adalah bid'ah hasanah meski kemudian beberapa
    pengikut-pengikutnya ada yang menyimpang,
    namun begitu hal ini tidak membuat jelek tarekat
    yang asli seperti pada awal mulanya.

    Tidak diragukan lagi bahwa Tarekat
    Suhrawardiyyah, Tarekat Chisytiyyah, Tarekat
    Qadiriyyah, Tarekat Sa'adiyyah, Tarekat
    Syadziliyyah, Tarekat Naqsyabandiyyah, Tarekat
    Badawiyyah, Tarekat Dasuqiyyah, Tarekat
    Maulawiyyah, Tarekat Rifa'iyyah dan lain-lain
    adalah tarekat-tarekat yang benar dan diberkahi,
    termasuk bid'ah hasanah, yang membuktikan
    bahwa mereka berada pada jalan yang lurus dan
    benar, menuntun umat manusia kepada ajaran
    nabi mereka dan kepada haliyyah nabi mereka,
    mereka adalah orang-orang yang berilmu, ahli
    dzikir dan ahwal serta selalu ta'at kepada Allah
    ta'ala.

    Perkataan di atas -bahwa tarekat adalah
    wajib- sering diulang-ulang oleh seseorang yang
    mengaku-aku sebagai pengikut Tarekat
    Naqsyabandiyyah yang bernama Muhammad al-
    Khaznawi, ia adalah anak as-Syaikh al 'Alim al
    Jalil 'Izzudin ibn as-Syaikh al Waliy al Kabir
    Ahmad al Khaznawi rahimahumaallahu ta'ala.

    Meski dikatakan kepadanya: "Ayahmu berkata:
    "Tarekat tidak wajib", tapi ia tetap saja
    mengulang-ulang perkataannya itu dan tidak mau
    bartaubat, hal ini disaksikan oleh banyak orangorang
    yang terpercaya (tsiqat), dan orang-orang
    yang mengaku pengikutnya juga sering
    mengucapkan perkataan yang sama.

    Perkataannya bahwa tarekat adalah wajib
    (fardlu) adalah riddah (mengeluarkan dari Islam),
    karena mewajibkan sesuatu yang tidak wajib
    menurut umat Islam dan termasuk hal yang
    diketahui oleh seluruh umat baik yang alim atau
    yang awam bahwa sesuatu itu tidak wajib, maka
    itu adalah kemurtadan sebagaimana dikatakan
    oleh para fuqaha dalam kitab-kitab mereka.

    Dalam kitab as-Sa'adah al Abadiyyah fi Ma Ja-a
    bihi an-Naqsyabandiyyah karangan Abdul Majid ibn
    Muhammad al Khani al Khalidi an-Naqsyabandi
    dan kitab al Hadiqah an-Nadiyyah Wal Bahjah al
    Khalidiyyah karangan al 'Allamah Muhammad ibn
    Sulaiman al Baghdadi al Hanafi an-Naqsyabandi
    termasuk khalifah Naqsyabandiyyah Khalidiyya terdapat keterangan sebagai berikut:

    "Yang ketiga
    adalah bahwa Ibnu Hajar menyebutkan dalam
    Syahadat Fatawahu al Kubra bentuk-bentuk
    perjanjian (al 'Ahd) yang dibuat oleh para
    masyayikh terhadap orang yang bertaubat, dan
    beliau berkata dalam al Fatawa al Khaliliyyah bahwa
    membuat perjanjian taat (Akhdzu al 'Ahd –baiat
    tarekat-) adalah hal baik dan disenangi".
    Kemudian penulis mengatakan setelah
    perkataannya tersebut: "Apa yang kami sebutkan
    tadi telah cukup sebagai bukti tentang kebaikan
    membuat perjanjian (Akhdzu al 'Ahd –baiat
    tarekat-) dari para masyayikh yang selalu
    mengamalkan syari'at".

    Jadi dari sini, jelas bahwa
    Muhammad al Khaznawi telah menyalahi ijma'
    umat pada umumnya, dan khususnya dari
    kalangan an-Naqsyabandiyyah, dan perkataannya
    bahwa tarekat adalah wajib adalah upaya
    penyesatan terhadap seluruh umat Islam baik salaf
    atau khalaf sebelum abad ke-6 Hijriyyah, sebelum
    berdirinya tarekat-tarekat sebagaimana pengertian
    yang dikenal sekarang ini, perkataannya itu adalah
    penyesatan kepada kakeknya al Wali al Kabir as-
    Syaikh Ahmad al Khaznawi, karena beliau
    tidak menyibukkan diri dengan tarekat dan
    wirid kecuali setelah mempelajari ilmu
    agama selama 20 tahun.

    Perkataan Muhammad
    ini mewajibkan perkara yang tidak wajib secara
    ijma', dan ini adalah kekufuran.

    BIOGRAFI SINGKAT
    AL MUHADDITS SYEKH ABDULLAH
    AL HARARI
    NAMA DAN KELAHIRAN

    Seorang alim besar, panutan para ahli tahqiq,
    rujukan para ahli tadqiq, pemuka ulama 'amilin, Al-Imam
    Al-Muhaddits, seorang yang bertaqwa dan zuhud,
    mempunyai keutamaan dan tekun beribadah, mempunyai
    keistimewaan yang agung, beliau adalah Syekh Abu Abd
    Al-Rahman Abdillah Ibn Yusuf Ibn Abdillah Ibn Jami'
    Al-Harari al-Syaibi Al-Abdari, mufti wilayah Harar.
    Beliau dilahirkan di kota Harar, sekitar tahun 1328
    H/1910 R.

    KEHIDUPAN DAN RIHLAH ILMIAH

    Beliau lahir dan dibesarkan dalam keluarga
    sederhana yang cinta ilmu dan ulama. Beliau membaca
    Al-Qur'an dengan tartil dan baik sejak umur 7 tahun,
    dan bahkan pada usia yang masih terbilang dini itu
    beliau hafal al-Qur'an 30 Juz di luar kepala. Beliau
    belajar dari ayahnya kitab Al-Muqaddimah al-
    Hadlramiyyah dan kitab Al-Mukhtashar ash-Shaghir,
    yang termasuk kitab fiqih yang masyhur di daerahnya.
    Kemudian beliau mendalami berbagai bidang keilmuan
    dengan menghafal berbagai matan ilmu agama.

    Kemudian beliau memfokuskan diri pada bidang
    hadits dan beliau hafal Al-Kutub Al-Sittah (6
    referensi induk dalam bidang hadits) dan kitab-kitab
    hadits lainnya beserta sanadnya hingga beliau
    diperbolehkan berfatwa dan meriwayatkan hadits
    dalam usia kurang dari 18 tahun.

    Beliau tidak hanya belajar pada ulama negerinya
    dan sekitarnya, malainkan mengelilingi Habasyah dan
    Somalia untuk memperoleh ilmu dan mendengar
    langsung dari para ahlinya. Dalam perjalanannya
    mencari ilmu, beliau banyak menghadapi rintangan,
    namun hal itu tidak menjadikannya patah semangat.
    Bahkan setiap kali beliau mendengar adanya seorang
    alim, beliau langsung pergi menemui dan menimba ilmu
    kepadanya, sebagaimana kebiasaan ulama salaf.

    Kecerdasan dan kekuatan hafalannya yang luar biasa
    sangat membantu beliau untuk mendalami dan
    menguasai fiqih madzhab Syafi'i serta khilaf
    (perbedaan pendapat) yang ada dalam madzhab Syafi'i.

    Seperti halnya beliau menguasai fiqh Syafi'i, demikian
    juga beliau menguasai madzhab Maliki, Hanafi dan
    Hanbali, sehingga beliau menjadi rujukan para ulama.
    Banyak yang datang kepadanya dari berbagai penjuru
    Habasyah dan Somalia hingga beliau diangkat sebagai
    mufti Harar dan sekitarnya.

    Beliau belajar fiqih Syafi'i dan ushulnya serta
    nahwu kepada seorang alim Al-'Arif billah Syekh
    Muhammad 'Abd As-Salam Al-Harari, Syekh
    Muhammad 'Umar Jami' Al-Harari, Syekh Muhammad
    Rasyad Al-Habasyi, Syekh Ibrahim Abi Al-Ghayts Al-
    Harari, Syekh Yunus Al-Habasyi, Syekh Muhammad
    Siraj Al-Jabarti. Di antara kitab-kitab yang beliau
    pelajari dari mereka adalah Alfiyyah Az-Zubad, At-
    Tanbih, Al-Minhaj, Alfiyyah ibn Malik, Al-Luma'
    karangan Asy-Syairazi dan kitab-kitab referensi
    lainnya.

    Beliau belajar ilmu-ilmu kebahasaan Arab secara
    khusus dari beberapa ulama, di antaranya Syekh yang
    shalih Ahmad Al-Bashir, Syekh Ahmad Ibn Muhammad
    Al-Habasyi dan ulama lainnya. Beliau mempelajari fiqih
    tiga madzhab dan Ushul fiqih-nya kepada Syekh
    Muhammad al 'Arabi al Fasi, Syekh Abdur Rahman al
    Habasyi. Beliau belajar ilmu tafsir kepada Syekh Syarif
    Al-Habasyi di Jimmah.

    Beliau belajar hadits dan musthalahnya dari
    beberapa ulama, di antaranya Syekh Abu Bakr
    Muhammad Siraj al-Jabarti; Mufti Habasyah, dan
    Syekh 'Abd 'Al-Rahman Abdullah Al-Habasyi.
    Beliau bertemu dengan Syekh yang shalih,
    seorang ahli hadits dan qori', Ahmad 'Abd Al-
    Muththalib Al-Jabarti Al-Habasyi, Syekh qira'at di
    Masjid Al-Haram.

    Beliau belajar kepadanya 14 macam
    qira'at, mendalami ilmu hadits dan mendapat ijazah
    (sanad keilmuan) darinya. Kemudian ketika beliau di
    Damaskus, beliau menuntut ilmu dari Syekh Dawud Al-
    Jabardi Al-Qari' dan Syekh Al-Muqri' Mahmud Fayiz
    Al-Dir'athani, seoarang alim pendatang di Damaskus
    dan pakar qira'at sab'ah.

    Pada usia muda, beliau telah mengajarkan ilmu
    kepada muridnya yang dia ntara mereka ada yang
    usianya lebih tua dari beliau. Jadi disamping belajar
    beliau juga mengajar.

    Beliau mempunyai keistimewaan dibanding ulama
    lainnya yang berada di negeri Habasyah dan Somalia
    dalam penguasaan tentang biografi periwayat hadits
    (ruwatul hadits), Thabaqot (tingkatan) mereka,
    menghafal matan-matan kitab, mendalami ilmu hadits,
    bahasa arab, tafsir, faraidl dan sebagainya, sehingga
    beliau tidak menemukan disiplin ilmu Islam kecuali
    mendalaminya dan mumpuni dalam bidang tersebut.

    Terkadang apabila beliau berbicara mengenai disiplin
    ilmu tertentu, orang yang mendengarnya akan mengira
    bahwa beliau hanya mendalami ilmu tersebut
    disebabkan kedalaman ilmunya.

    Begitu pula apabila dikatakan kepadanya sesuatu
    yang beliau ketahui, maka beliau mendengarkannya
    dengan seksama dan penuh perhatian. Sebagiamana
    perkataan seorang penyair:
    "kau lihat dia mendengarkan perkataan orang
    dengan pendengaran dan hatinya, padahal bisa jadi dia
    lebih tahu tentang hal tersebut".

    Kemudian beliau pergi menuju Makkah dan
    berkenalan dengan para ulama Makkah, seperti As-
    Sayyid 'Alawi al Maliki, Syekh Amin al Kutbi, Syekh
    Muhammad Yasin al Fadani. Beliau juga menghadiri
    majelis Syekh Muhammad al 'Arabi at-Tabban. Beliau
    mendatangi Syekh Abdul Ghafur al Afghani an-
    Naqsyabandi dan mengambil darinya Tarekat
    Naqsyabandiyyah.
Selengkapnya...

dzikir jama'i

SEGELAS AIR TEH PANAS WASGITEL (wangi sepet legit dan kentel).

S. Bagaimana hukumnya dzikir dengan mengeraskan suara dan berjamaah setelah sholat lima waktu?
J. Hukumnya boleh dan tidak dimakruhkan bahkan salah seorang ulama muhadditsin Al imam Assuyuthy telah menyebutkan sekitar 25 hadits yang menerangkan kesunahan mengeraskan suara ketika berdzikir.
Benar sekali kalau dalam Alqur’an sendiri ada beberapa ayat yang berkenaan dengan dzikir jahr/keras dan dzikir khofy/pelan.kedua-duanya diperbolehkan dan berdalil shorih.bahkan khususnya membaca Alquran
Para ulama sepakat disunahkan untuk dibaca secara jahr atau keras.Diantara dalil mengeraskan suara
Ketika berdzikir setelah sholat berjamaah adalah hadits Imam bukhori dan muslim dari Ibnu abbas,beliau
Berkata:”Anna rofa’a ashshouti bidzdzikri hiina yanshorif Annaasu minal maktuubati kaana ‘alaa ‘ahdi Annabiyyi saw.wa qoola Ibnu Abbas :”Kuntu a’lamu idzanshorofuu bidzaalik”.Artinya : sesungguhnya mengeraskan suara dengan berdzikir ketika selesainya manusia dari sholat maktubah/lima waktu adalah telah terjadi pada zaman Rosulullah saw.Ibnu Abbas ra berkata :”aku tahu setelah selesainya mereka dari sholat denag suara dzikir yang keras tersebut”.

Dan dalam sebuah hadits qudsi hadits Imam Bukhori dari Abu hurairoh ra ;”Anaa ‘inda dzonni ‘abdii bii, wa anaa ma’ahuu idzaa dzakaronii.wa idzaa dzakaronii fii nafsihi,dzakartuhuu fii nafsii.Wa idzaa dzakaronii fii malain,dzakartuhuu fii malain khoirun minhu”.Artinya Aku menurut persangkaan hamba Ku kepada Ku.Aku bersamanya ketika ia mengingat Ku.Apabila ia menyebutKu dalam hatinya,maka Aku menyebutnya dalam dzatKu dan apabila dia menyebutKu dalam suatu perkumpulan,maka Aku menyebutnya didalam perkumpulan yang lebih baik dari perkumpulannya.

Lafadz Malain dalam hadits diatas menunjukkan bahwa dzikir tersebut dikerjakan dengan berjamaah.(Ta’liq jawahir Albukhori).

NB.Dinukil dari Ibnu Mas’ud bahwasanya beliau mengusir orang-orang yang mengeraskan bacaan tahlil dari dalam masjid.Keterangan ini perlu diteliti,apakah benar dari Ibnu Mas’ud?kalau seumpama benar,maka akan bertentangan dengan banyak hadits sebagaimana imam suyuthi nyatakan.

Maroji’/referensi dari kitab Al haawy lil fatawa 224 juga di jilid 1/274. Selengkapnya...

Saturday, September 22, 2007

RINGKASAN KHUTBAH 20 JULY 2007


Assalamualaikum war wab
Ringkasan khutbah jumat 20 july 2007

Bismillahirrohmanirrohiim
Khotib masih berbicara tentang masalah yang masih ada kaitannya dengan khutbah yang lalu.Diantaranya menyitir sebuah hadits rosulullah saw”…wa idzasta’anta fasta’in billah…”.Artinya apabila engkau meminta,maka mintalah kepada Allah swt.Pengertian meminta disini adalah umum,yakni meminta pertolongan,taufik dll.Tapi tidak berarti memohon dan minta pertolongan kepada makhluk tidak diperkenankan.karena isti’anah (minta pertolongan) itu ada yang haqiqi dan ada yang majazy.Artinya bahwa manusia itu diberi kekuasaan oleh allah untuk berbuat dan berusaha,bersosial dan bermasyarakat,diperintah untuk saling tolong menolong sebagaimana alquran menjelaskan hal itu “wata’aawanuu ‘alal birri wattaqwaa…”.

Dalam hadits Rosulullah saw di atas juga memberi pengertian kepada kita agar senantiasa berdoa dan memohon kepada allah swt.Dalam sebuah riwayat Rosulullah saw bersabda “ingatlah (berdoalah) kepada allah swt saat engkau bahagia dan lapang,maka allah akan mengingat (menolong) mu disaat menderita/kesusahan”…Orang yang senantiasa mengingat dan berdoa kepada Allah swt maka ia akan selalu berada dalam ingatan dan pertolongan Allah.

Salah satu contoh adalah kisah jurej..kisah ini shohih..jurej adalah seorang ahli ibadah,dia punya tempat khusus untuk bermunajat dan beribadah dekat rumahnya,tempat tersebut biasa disebut dengan istilah ribath.jurej adalah orang sholih,dia mempunyai seorang ibu yang juga sholihah.Jurej terkenal luas ditengah masyarakat sebagai orang yang ahli ibadah.Hidup selalu dihabiskan untuk beribadah,bermunajat,uzlah dan berdua2an dengan allah.Tiada waktu selain untuk sholat,berdzikir dan berdoa.Pada suatu hari sang ibu memanggilnya..ya jurej..ya jureeej..”.tapi saat itu jurej sedang sholat.Dalam hati jurej berkata”Ummi washolaatii…Ummii washolaatii..”ibuku atau sholatku..ibuku atau sholatku..”.jurej tidak memenuhi panggilan ibunya.

hari/saat berikutnya ibunya memanggil lagi dan sebagaimana biasa jurejpun sedang sholat,dan diapun tetap meneruskan sholatnya.hal itu berulang sampai tiga kali.Akhirnya sang ibu berdoa..”ya allah jangan engkau wafatkan anakku sebelum engkau uji dia.Pada zaman itu tersebutlah seorang pelacur yang sangat cantik.dia mendatangi kaum dan berkata bahwa ia akan mampu menggoda jurej dan menjerumuskannya dalam dosa.

Kemudian perempuan itu mendatangi tempat jurej dan memanggilnya.mendengar ada tamu memanggilnya.jurej keluar.Kemudian perempuan itu menggodanya,merayunya.dengan harapan jurej mau melayani ajakannya berzina.Tapi ternyata rayuannya tidak menggoyahkan jurej.Dengan penuh kekecewaan pelacur itu pergi dan meninggalkan jurej.Sampai pelacur itu bertemu dengan seorang pengembala kambing.Pelacur itupun mengajak berzina sang pengembala,karena pengembala itu buykan ahli ibadah maka ajakan itupun diturutinya.

Waktu telah berlalu berbulan2 dan pelacur itupun ahirnya melahirkan seorang bayi hasil berzina dengan si pengembala.Pelacur itu lalu datang membawa bayi ketengah masyarakat dan bercerita bahwa bayi yang dibawanya adalah hasil hubungannya dengan jurej.Akhirnya pelacur dan masyarakat mendatangi jurej,lalu memanggilnya keluar dan mereka menghancurkan ribath/tempat khusus ibadahnya jurej.bukan hanya itu mereka juga memukuli jurej.setelah itu mereka mendesak agar jurej mengakui perbuatannya telah berzina dengan pelacur itu yang menyebabkannya hamil dan sekarang telah melahirkan seorang bayi.

Akhirnya jurejpun bertanya kepada si bayi yang masih orok itu..”ya shobiyy..man abuuka?..”wahai bayi siapa ayahmu?”..Dengan pertolongan allah si bayi menjawab dengan lugas dan jelas.”abii huwa arroo’I al ghonam lasta anta”..Ayahku adalah sipengembala kambing bukan engkau jurej”.Semua masyarakat terkejut dan ahirnya mereka minta maaf pada jurej dan mereka siap bangun kembali ribathnya denagn yang lebih baik dari semula.namun jurej hanya berkata “bangunlah dari tanah dan sederhana seperti asalnya”.

Kisah jurej tadi menunjukkan datangnya pertolongan allah pada saat2 susah dan menderita karena jurej selalu mengingat dan berusaha dekat dengan Allah swt dalam setiap kesempatannya.Semoga kita semua bisa membagi waktu,disela2 kesibukan kerja dan ditengah2 keluarga kita,kitapun bisa meluangkan waktu untuk bersimpuh dan berkholwah dengan allah swt.lebih2 di sepertiga malam yang kita lalui..agar kita tergolong orang2 yang pandai bersyukur sebagaimana ketika Aisyah bertanya kepada nabi saw “kenapa engkau begitu rajin sholat malam padahal Allah telah menjadikan engkau sebagai orang yang ma’shum dan terjaga dari dosa?”..Nabi saw hanya menjawab “justru karena nikmat2 itu aku ingin manjadi hamba Nya yang bersyukur”.

Khotib juga menjelaskan ketika pertolongan Allah swt datang kepada kaum muslimin dalam perang badar.Padahal jumlah kaum muslimin hanya sekitar 300 lebih sedikit dan kaum musyrikin berjumlah sekitar 950..Pertolongan itu datang tentu karena para sahabat2 itu selalu rajin sholat,berdoa dan beramal sholih.

Demikian ringkasan khutbah jumat 20 july 2007 semoga bermanfaat dan kita bisa mengambil hikmahnya serta berusaha agar kita semua kedepannya berubah lebih baik lagi dan Allah selalu memberi pertolongan dimana dan dalam kondisi apapun kita.

Wassalamualaikum war wab
H.Mochammad Fuafy Abdullah
Selengkapnya...

RINGKASAN KHUTBAH JUMAT 13 JULY 2007

Rangkuman khutbah jum’at 13 juli 2007
Dalam khutbah jumat khotib menerangkan tentang do’a,adab dan hal2 lain yang berkaitan dengan doa.
Dalam agama ditekankan agar kita memahami siapa kita dan siapa tuhan kita.agar kita mengerti kedudukan kita sebagai hamba yang harus tunduk,taat,berbakti dan merasa butuh terhadap sang pencipta,sehingga
Upaya penyembahan dan pengabdian kita murni hanya untuk dan kepada Allah swt saja.Salah satu yang
Ditekankan dalam ibadah yang sekaligus bagian/parsial dari ibadah itu sendiri adalah doa.Dalam sebuah
Hadits,Rosulullah saw bersabda:”Idzaa sa’alta fas alillaaha,wa idzasta’anta fasta’in billaah”.artinya
Jika engkau minta sesuatu,mintalah kepada Allah,jika engkau minta pertolongan,maka mintalah kepada Allah.Dalam Alquran,Allah swt berfirman:”wa qoola robbukumud’uunii astajib lakum”.Artinya Dan tuhanmu telah berfirman,”memohonlah padaku,niscaya aku kabulkan”.Jika Allah swt sendiri telah
Menyatakan akan kabulkan doa,maka tinggal kita yang harus meraba dan melihat diri kita,apakah dalam
Diri kita ada keyakinan,paling tidak telah muncul keyakinan akan firman-firman Nya?karena sesungguhnya
Wajib bagi kita untuk meyakini setiap apa2 yang telah difirmankanNya.Alquran tak ada sedikitpun
Keraguan didalamnya.Oleh karena itu Nabi saw bersabda:”Ud’ullooha wa antum muuqinuuna bil ijaabah”.
Artinya:Berdoalah kepada Allah dengan penuh keyakinan ”.Di samping itu dalam hadits shohih,Rosulullah
Bersabda:”Addu’aa huwal ‘ibaadah”.Artinya Doa adalah ibadah”.Dalam riwayat lain “Addu’a mukhkhul ‘ibadah”.Artinya doa adalah sumsum/otak ibadah”.jika doa itu sendiri ibadah,maka setiap kali kita berdoa maka kita peroleh pahala berdoa.Oleh karena itu jangan pernah malas untuk senantiasa berdoa kepada Allah swt.

Selanjutnya khotib juga menjelaskan adab2 berdoa.Diantara adab berdoa adalah sebelum berdoa kita bersuci,beristighfar,mengangkat kedua tangan,menghadap arah kiblat,tadhorru’,khusyu’,menghadirkan hati kita saat bermunajat,membaca sholawat diawal dan akhir doa,begitu juga memuji allah diawal dan akhirnya,semua adab2 berdoa ini adalah tuntunan dari Alquran dan sunnah rosulullah saw.Diantara pelajaran penting dalam hal ini,bisa kita lihat dalam surat alfatihah.Dimulai dengan bismaillah menyebut asma allah,lalu alhamdulillahirobbil ‘alamiin sampai maaliki yaumiddin adalah memuji allah swt,karena Allah lah yang berhak dipuji.alfatihah ayat 1-4 adalah bentuk iqror birrubuubiyyah yakni pengakuan kita terhadap kekuasaan allah secara mutlak.kemudian iyyaaka na’budu waiyyaaka nasta’iin.ayat ke 5 ini berisi tauhid,artinya hanya kepadaNya lah kita menyembah dan mohon pertolongan.kemudian baru ayat ke 6 -7 adalh doa,yakni ihdinaa ashshirootol mustaqiim sampai selesai.jadi jika melihat surat alfatihah ini maka bias kita ambil kesimpulan bahwa didalamnya terdapat adab2 berdoa,tauhid dalam penyembahan dan pengabdian dan pentingnya kita untuk senantiasa berdoa dan memohon kepada allah swt.

Demikian ringkasan isi khutbah syekh mahrus al mishry dalam khutbah jumat tanggal 13 juli 2007.semoga bermanfaat dan kita bisa mengamalkannya.Mulai dari mendengar,membaca,menghayati lalu kita coba untuk mengaplikasikannya dalam kehidupan kita.Semoga kita semua menjadi orang2 yang senantisa mendirikan sholat dan berdoa.warnailah hari2 kita dengan untaian doa dan membaca alquran agar hari2 kita semakin indah…..

NB.mohon maaf jika ada keterangan khotib yg tidak sempat tertulis.di samping itu juga penulis masih belum mengerti benar bahasa arab.

Wassalamualaikum war wab Selengkapnya...

RAMADHAN DAN ALQURAN

RINGKASAN KHUTBAH JUMAT 21 SEPTEMBER 2007

RAMADHON DAN AL QUR’AN

Allah SWT berfirman “Syahru romadhoonalladzii unzila fiihi alqur’aanu hudan linnaasi wabayyinaatin min alhudaa wa al furqoon…..”.Bulan ramadhan adalah bulan dimana diturunkannya al qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan2 …dst.(QS Albaqarah 183).

Keagungan bulan ramadhon diantaranya adalah Al quran diturunksn didalamnya.Sebuah mu’jizat besar sebagai tanda kenabian Muhammad SAW.Alquran adalah petunjuk hidup umat manusia yang mendambakan kebahagiaan dunia maupun akhirat.Didalamnya bukan hanya berisi ajaran2 mulia tapi alquran juga mampu menjadi obat dari berbagai macam penyakit baik dzohir maupun bathin.Alquran juga berfungsi sebagai penghibur hati ketika indra ilahiyyah itu mendengar firman2Nya.

Ulama-ulama salaf (era sahabat,tabi’in dan atba’ attabi’in) juga para ulama2 kholaf (ulama2 generasi setelah salaf) mempunyai kebiasaan yang sangat unik ketika datang bulan suci ramadhan.Mereka pada umumnya menghentikan atau mengurangi segala aktifitas yang lainnya dan menghususkan diri untuk bermanja2 dengan alquranul kariim.Diantara yang paling masyhur adalah mereka selalu menyibukkan dengan membaca alquran sepanjang waktu.

Para salafussoleh misalnya,saat bulan ramadhan tiba siang dan malam,dirumah maupun dalam keadaan safar/bepergian selalu tak lepas dari mambaca alqur’an.Mereka mempunya kadar yang berbeda2 dalam menghatamkannyaDalam beberapa riwayat menyebutkan ada diantara mereka tiap 10 hari sekali,8 hari sekali,7 hari sekali,6 hari sekali,5,4 dan yang paling banyak 3 hari sekali.Banyak juga dari merka yang menghatamkan alquran sehari semalam 1x,sehari semalam 2x,dan ada yang 3x hatam dalam sehari semalam.Ada pula yang 8x sehari semalam,siang 4x dan malam 4x.

Bahkan ulama tabi’in bernama sayyid al jalil ibnu al katib alshufy menghatamkan alquran 8x dalam sehari semalam.Diriwayatkan dari al jalil ahmad al durqy dengan isnadnya dari mansur bin zaadzan bin ‘ubad attabi’y beliau menhatamkan alquran antara dzuhur dan asar.Bahkan dalam sebuah riwayat dari Ibnu abi dawud dengan sanad yang shohih bahwa Mujahid ra menghatamkan alquran antara maghrib dan isya.

Sedangkan mereka yang menghatamkan alquran dalam setiap rokaat jumlahnya juga banyak sekali diantaranya adalah Usman bin Affan ra,tamim al daary dan sa’id bin jubair rdhiyallohu anhum wa ardhoohum.

Imam malik saat ramadhan tiba,beliau menghentikan pengajian2nya dan mengarang kitab2nya dan menfokuskan diri membaca alquran hingga dalam sebuah riwayat beliau menghatamkan hingga 30x dalam satu bulan ramadhan.Imam syafi’I ra juga punya kebiasaan menghatamkan Alquran hingga 60x dalam satu bulan ramadhon.

Apa yang membuat para ulama2 menghususkan pada bulan ramadhan untuk membaca alquran?..Pertama karena bulan ramadhon adalah bulan alqur’an.sebagaimana ayat alquran diatas.Juga mengikuti Rosulullah SAW,beliau sibuk setiap malam tadarrus alquran bersama jibril as. Sebagaimana hadits shohih dari Ibnu Abbas ra,bahwa rosulullah SAW adalah seorang yang paling dermawan dan lebih dermawan lagi sat ramadhan datang dan malaikat jibril as setiap malam datang kepada Rosulullah SAW tadarrus bersama nabi SAW.(HR Bukhori 3220 muslim 2307).

Dalam sebuah hadits brosulullah SAW bersabda:”Allah SWT mempunyai keluarga khusus didunia ini”.Para sahabat bertanya siapakah mereka ya rosulallah?.Nabi SAW menjawab:”Mereka yang selalu membaca Alquran”.Dalam sebuah riwayat shohih dari Abu Umamah al bahily ra,beliau berkata:Aku mendengar Rosulullah SAW bersabda:”Bacalah Alqur’an,karena kelak hari kiamat alquran akan memberi syafaat bagi orang2 yang membacanya”.(HR Muslim 804).

Dari Usman Bin affan ra berkata,bahwa Rosulullah SAW bersabda:”Sebaik-baik kalian adalah yang mau belajar alquran dan mengajarkannya”.(HR Bukhori 5027).Kalau kita melihat hadits shohih bukhori ini maka jelaslah bagi kita bahwa orang yang paling baik diantaranya adalah mereka yang mau belajar alqur’an dan mengajarkannya.Sebuah kehormatan dan kemuliaan tersendiri bagi mereka yang sibuk belajar dan mengajar alquran

Kemuliaan lain yang husus diberikan oleh rosulullah SAW bagi pecinta alquran adalah sebuah hadits shohih dari Aisyah.Aisyah ra berkata bahwa rosulullah SAW bersabda:”Orang yang membaca alquran sedangkan dia mahir/fashih sesuai hokum tajwidnya,maka dia bersama assafaroh alkiroomi albaroroh sedangkan orang yang mambaca alquran,sedangkan dia terbata-bata dan kesulitan membacanya maka dia mendapat dua pahala”.(HR Bukhri 4937,Muslim 798).

Makna Assafaroh alkiroomi al baroroh dalam hadits tersebut menurut sebagian muhaddits/ahli hadits adalah Assafaroh diambil dari kata saafaro artinya malaikat yang selalu berjalan-jalan mencari orang2 yang membaca alquran dan mencatatnya.Alkiroom artinya mereka (malaikat) yang mulia/terjaga dari maksiat.Sedangkan al baroroh adalah yang taat.Kesimpulan dari mufrodat ini adalah Di akhirat nanti orang2 yang didunianya mahir dan rajin membaca alquran maka kelak mereka akan dikumpulkan bersama para malaikat2 yang mulia tersebut.

Sedangkan “dua pahala” bagi kelompok yang kedua,dalam hadits diatas adalah pahala qiroat/membaca dan pahala sabar dalam belajar membaca alquran.

Demikian dulu terjemahan dan ringkasan khutbah jumat 21 september 2007.
Semoga bermanfaat.
Wassalamualaikum war wab
H.Mochammad Fuady Selengkapnya...

Sunday, September 2, 2007

SEBUAH TRADISI YANG MULIA

SEBUAH TRADISI YANG MULIA

Oleh : H.Mochammad Abdullah ZM

Kita tolelir bersama bahwa setiap bangsa atau wilayah tertentu mempunyai tradisi yang berbeda-beda.bahkan dari zaman ke zaman hal itu selalu menjadi suatu momen penting bagi setiap individu maupun kolektif untuk melakukan dan memperingatinya.Hal itu sah sah saja,karena adat bukanlah agama.Sebagai orang yang beragama tentu ketika melihat sesuatu maka pertimbangan yang dilakukannya adalah apakah tidak keluar atau bahkan dianjurkan dari dan oleh agama.

Kita ambil contoh setiap negara didunia ini mulai dari barat hingga yang paling timur tiap tahun mereka selalu memperingati hari kemerdekaannya masing-masing.Dari Negara kafir,muslim sampai yang anti tuhanpun ( komunis) melakukan hal2 semacam itu.Dalam hal ini tentu bukanlah sebuah masalah.Hanya sebagai orang yang beragama tentu cara peringatannyapun adalah dengan hal2 yang tidak melanggar agama.

Begitu juga dalam kehidupan masyarakat , khususnya dinegara kita Indonesia tercinta,banyak sekali tradisi yang berkembang bahkan terus dijaga keberlangsungannya.baik adat yang timbul dari masyarakat sendiri maupun dari instansi terkait dalam hal ini adalah negara.Misalnya peringatan 17 agustusan,hari pahlawan,hari kartini,apel upacara bendera disekolah tiap seminggu sekali dls.tentu bukan hal yang salah jika kita memperingatinya.Hanya sekali lagi,sebagai orang beragama tolok ukurnya apakah refleksi dari peringatan itu sesuai ataukah melanggar batasan2 agama.

Kemudian ada lagi tradisi yang timbul dari masyarakat itu sendiri seperti kenduri,nuju bulan kehamilan,ulang tahun kelahiran anak,kita sendiri atau orang lain,hari jadi perusahaan,pabrik dls.Hal itu juga bukan masalah karena agama tidak pernah melarangnya kecuali kalau cara memperingatinya dengan hal2 yang dilarang agama.

Rosulullah saw sebagai panutan dan uswah kita tidak pernah melarang sebuah tradisi kecuali jika didalamnya ada hal2 yang menyimpang syariat.Bahkan terkadang rosulullah saw meneruskan tradisi orang2/kaum sebelumnya,bukan menghilangkannya.Hanya saja rosulullah saw merubah sedikit saja tradisi itu untuk membedakan dengan mereka dan tatap tidak merubah bentuk peringatannya.

Misalnya disebutkan dalam hadits bukhori no 2004 dan muslim no 1130 bahwa suatu saat nabi datang kemadinah,beliau menjumpai orang2 yahudi sedang berpuasa ‘Asyuro ( tanggal 10 muharram).lalu nabi saw bertanya :”sedang berpuasa apa kalian?”.Mereka menjawab:”Pada hari ini Allah telah menenggelamkan fir’aun dan tentaranya kedalam laut dan menyelamatkan musa,jadi kami bergembira dan mensyukurinya”.Lalu nabi berkata bahwa aku lebih berhak dari kalian dalam hal ini.Kemudian Rosulullah saw berpuasa ‘Asyuro dan memrintahkan umatnya untuk berpuasa memperingati hari bersejarah “asyuro tersebut.Hadits bukhori muslim tersebut diatas dari Ibnu Abbas ra.

Bahkan dijanjikan bagi mereka yang berpuasa ‘asyuro pahala yang besar,sebagaimana hadits shohih dari Abu Qotadah ra “bahwa ketika Rosulullah saw ditanya tentang puasa ‘asyuro,Rosulullah saw menjawab bahwa puasa ‘asyuro melebur dosa satu tahun yang telah lewat. (HR Muslim no 1262).

Melihat hadits shohih diatas maka memperingati hari2 tertentu dimana didalamnya terdapat peristiwa2 besar adalah diperbolehkan.Bahkan jika cara yang dipakai untuk memperingatinya adalah dengan hal2 yang baik maka akan memperoleh pahala.Tradisi kaum yahudi memperingati hari ‘asyuro tidak rosulullah larang,bahkan rosulullah saw pun ikut berpuasa dan memerintahkan umatnya berpuasa.

Hanya kemudian rosulullah saw memerintahkan umatnya puasa 2 hari agar tidak sama dengan kaum yahudi.Lihatlah konteksnya sangat jelas bahkan cara peringatannya pun sama yakni dengan berpuasa.dalilnya hadits dari Ibnu Abbas ra,beliau berkata bahw rosulullah saw bersabda :”Kalau saja saya diberi umur panjang sampai tahun depan,maka saya akan puasa juga tanggal 9 nya.”(HR Muslim no 1134).Tapi Allah swt telah memanggil beliau pada tahun itu sebelum muharrom tahun depannya tiba.

BERSAMBUNG…

Semoga bermanfaat.

Selengkapnya...